Jenis Karinding
Uniknya, seperti layaknya manusia, karinding juga dibedakan berdasarkan gender. Karinding Lanang sebagai yang jantan dan Karinding Wadon sebagai yang betina. Karinding Lanang menghasilkan suara yang lebih tinggi dan nyaring, sedangkan Karinding Wadon sebaliknya.
Karinding Lanang terbuat dari kawung dan dimainkan oleh pria. Sedangkan Karinding Wadon terbuat dari bambu dan dimainkan oleh wanita. Karinding yang terbuat dari bambu dimainkan dengan cara dipetik dan karinding yang terbuat dari kawung, cara memainkannya disentir atau dipukul sehingga suaranya lebih nyaring.
Sejarah Karinding
Konon katanya, kemunculan karinding dilatarbelakangi oleh kisah seorang pangeran yang bernama Kalamanda. Menurut kamus ensiklopedi Sunda, sang Pangeran Kalamanda jatuh cinta pada Sekarwati yang adalah seorang putri Menak. Sekarwati berasal dari kalangan bangsawan, sehingga sangat dijaga ketat oleh kedua orang tuanya. Kalamanda dan Sekarwati pun dipingit.
Kalamanda yang rindu pada Sekarwati kemudian membuat alat untuk bekomunikasi dari kawung atau pelapah nira. Jadilah kemudian waditra yang kini dikenal sebagai karinding. Keindahan suara yang dihasilkan getaran kawung yang pipih itu meluluhkan hati Sekarwati. Kalamanda dan Sekarwati pun akhirnya bersanding. Nama karinding diambil Kalamanda dari nama hewan kakarindingan, yang bentuknya lucu dan sangat disukai oleh Sekarwati. Itulah konon asal mula munculnya alat musik khas Sunda yang bernama karinding.
Cara Memainkan
Karinding disimpan di bibir, terus tepuk bagian pemukulnya biar tercipta resonansi suara. Karindng biasanya dimainkan secara solo atau grup (2 sampai 5 orang). Seroang diantaranya disebut pengatur nada anu pengatur ritem. Di daerah Ciawi, dulunya karinding dimainkan bersamaan takokak (alat musik bentuknya mirip daun).
Secara konvensional menurut penuturan Abah Olot nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada 4 jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan. Namun ada lagu-lagu yang pantang dimainkan di malam hari, seperti lagu Dengkleng yang diyajini masyarakat sekitar bisa memunculkan macan Siliwangi.
Fungsinya
Karinding yaitu alat buat mengusir hama di sawah. Suara yang dihasilkan dari getaran jarum karinding biasanya bersuara rendah low decible. Suaranya dihasilkan dari gesekan pegangan karinding dan ujung jari yang ditepuk-tepakkan. Suara yang keluar biasanya terdengar seperti suara wereng, belalang, jangkrik, burung, dan lain-lain. Yang jaman sekarang dikenal dengan istilah ultrasonik. Biar betah di sawah, cara membunyikannya menggunakan mulut sehingga resonansina menjadi musik. Sekarang karinding biasa digabungkan dengan alat musik lainnya.
Bedanya membunyikan karinding dengan alat musik jenis mouth harp lainnya yaitu pada tepukan. Kalau yang lain itu disentil. Kalau cara ditepuk dapat mengandung nada yang berbeda-beda. Ketukan dari alat musik karinding disebutnya Rahel, yaitu untuk membedakan siapa yang lebih dulu menepuk dan selanjutnya. Yang pertama menggunakan rahèl kesatu, yang kedua menggunakan rahel kedua, dan seterusnya. Biasanya suara yang dihasilkan oleh karinding menghasilkan berbagai macam suara, diantaranya suara kendang, goong, saron bonang atau bass, rhytm, melodi dan lain-lain. Bahkan karinding bisa membuat lagu sendiri, sebab cara menepuknya beda dengan suara pada mulut yang bisa divariasikan bisa memudahkan kita dalam menghasilkan suara yang warna-warni. Kata orang tua dahulu, dulu menyanyikan lagu bisa pakai karinding, Kalau kita sudah mahir mainkan suara karinding, pasti akan menemukan atau menghasilkan suara buat berbicara, tetapi suara yang keluar seperti suara robotik.
Referensi:
[1] Wikipedia. Karinding. http://id.wikipedia.org/wiki/Karinding. [last accessed: 12-02-2014 03:57PM].
[2] Deidree Tenawin. Alat Musik Berusia 600 Tahun. http://redaksijurnal.wordpress.com/2012/06/28/alat-musik-berusia-enam-ratus-tahun/. [last accessed: 12-02-2014 04:14PM].
No comments:
Post a Comment