Gunung Kelud masih termsuk salah satu gunung berapi yang masih aktif hingga saat ini. Sejak tahun 1300 Masehi, gunung ini tercatat aktif meletus dengan rentang jarak waktu yang relatif pendek (9-25 tahun), dan menjadikannya sebagai gunung api yang berbahaya bagi manusia. Apalagi letaknya yang tidak jauh dari pusat Kediri membuat badan Vulkanologi terus memantaunya.
Sebenarnya gunung Kelud tidak terlalu tinggi, dengan adanya danau kawah membuat kawasan gunung Kelud layak dijadikan lokasi wisata. Namun akibat aktivitas tahun 2007 yang memunculkan kubah lava (anak Kelud), danau kawah nyaris sirna dan yang tersisa hanya semacam kubangan air. Puncak-puncak yang ada sekarang merupakan sisa dari letusan besar masa lalu yang meruntuhkan bagian puncak sebelumnya. Selain Puncak Kelud (yang tertinggi), ada juga Puncak Gajahmungkur di sisi barat dan Puncak Sumbing di sisi selatan.
Dalam berbagai catatan gunung ini pernah meletus sebanyak 24 kali. Dimana tercatat letusan besar terjadi pada tahun 1815, 1901, 1919, 1951, 1966, dan 1990. Letusan gunung Kelud pada tahun 1815 merenggut korban lebih dari 10.000 jiwa. Pada 20 Mei 1919, korban tewas mencapai 5.160 orang. Pada tahun 1951, tanggal 31 Agustus kembali meletus dengan korban jiwa sebanyak 7 orang. Tahun 1966, gunung ini meletus lagi dengan korban meninggal sebanyak 210 orang.
Letusan tahun 1901
Tengah malam 23 Mei 1901 terjadi letusan pertama dimana selama dua jam aktivitas erupsi semakin meningkat dan pada pukul 03.00 letusan utama terjadi. Asap letusan pekat membumbung dari kawah Kelud, kemudian hujan lapilli mulai terjadi di sekitar Kelud. Segera setelah lapilli jatuh, diikuti dengan debu basah dan lumpur. Kejadian selanjutnya berupa hujan abu panas. Di Kediri abu panas mulai turun sekitar pukul 03.30 dan bau belerang tercium di segala tempat. Letusan terdengar sampai jarak jauh bahkan sampai di Pekalongan. Distribusi hujan abu sampai mencapai Sukabumi dan Bogor.
Informasi yang diperoleh menjelang letusan bahwa sekitar 12 hari sebelum letusan terlihat air danau kawah Kelud mendidih. Zona pendidihan tersebut membentuk lingkaran besar di permukaan danau kawah. Pada saat letusan sebagian air danau kawah terlemparkan. Diperkirakan terdapat volume air danau kawah sekitar 38 juta meter kubik sebelum letusan. Material padat yang dilemparkan gunung Kelut selama letusan kira-kira 200 juta meter kubik. Korban jiwa cukup banyak namun informasi tentang jumlahnya tidak jelas.
Letusan tahun 1919
Letusan tahun 1919 merupakan aktivitas gunung Kelud terbesar selama abad ke 20, yang mengakibatkan sekitar 5160 orang meninggal. Tengah malam tanggal 20 Mei 1919 terdengar suara dentuman keras bahkan konon katanya terdengar sampai di Kalimantan. Beberapa saat kemudian hujan abu mulai turun. Selain hujan abu, di daerah perkebunan di lereng Kelud terjadi hujan batu dan kerikil. Di Darungan hujan batu cukup hebat sehingga sebagian besar atap rumah hancur. Hujan abu menyebar akibat tiupan angin terutama ke arah timur sampai 21 Mei 1919 hujan abu sampai di Bali.
Letusan Gunung Kelud dengan lahar panas yang menyertainya membuat volume air danau kawah mencapai 40 juta meter kubik. Lahar yang terbentuk merupakan lahar primer yang terjadi secara langsung oleh air danau kawah yang tertumpahkan pada saat letusan . Aliran lahar yang merupakan campuran dari air panas, lumpur, pasir, batu- batuan memasuki kota Blitar dan menciptakan kehancuran yang hebat. Kecepatan lahar yang mengalir di kota Blitar sekitar 18 m/detik atau sekitar 65 km/jam. Jarak maksimum aliran lahar primer mencapai 37,5 km (dihitung dari puncak Kelut). Letusan 1919 ini mengakibatkan 104 desa rusak berat, kerusakan mencapai 5050 hektar.
Letusan gunung Kelud di tahun 1919 memberikan pelajaran bagi pemerintah saat itu untuk mengurangi volume air yang ada di danau kawah. Dari pengamatan yang dilakukan antara tahun 1901 sampai 1905, diperkirakan air yang masuk ke danau kawah mencapai rata- rata 6,5 juta meter kubik3 per tahun. Air yang cukup banyak yang selalu menjadi jaminan bahwa kawah Kelud akan selalu menjadi danau itu harus dikeluarkan sehingga volume air akan terjaga pada volume yang tetap kecil.
Mulai tahun 1920 dibangunlah terowongan pembuangan air dengan panjang sekitar 980 meter dan garis tengah 2 meter. Terowongan tersebut di buat mulai dari kawah menuju barat untuk mengalirkan air danau kawah ke Kali Badak, namun demikian kecelakaan yang disebabkan oleh runtuhnya dinding kawah menyebabkan pekerjaan pembuatan terowongan dihentikan pada tahun 1923. Pekerjaan kontruksi terowongan akhirnya selesai tahun 1924. Dengan adanya terowongan tersebut, ketinggian air dapat dikurangi.
Letusan tahun 1951
Sekitar pukul 06.30 Asap tebal berwarna putih keluar dari puncak Kelud sesaat sebelum letusan terjadi pada tanggal 31 Agustus 1951. Makin lama makin besar dan disertai dengan suara gemuruh. Tiga puluh menit kemudian di Margomulyo terjadi hujan batu sebesar buah mangga dan abu. Pandangan mata hanya dapat mencapai 3 – 4 meter. Informasi dari Candisewu menyebutkan hujan batu yang berlangsung sekitar 1 jam, disamping itu juga terasa gempa sebanyak 2 kali. Abu tercatat turun sampai di Bandung. Kejadian lahar besar sebagaimana pada letusan 1919 tidak terjadi karena terowongan telah dibangun dan volume air danau kawah sebagian besar diuapkan dan tidak mengalir sebagai lahar primer besar.
Letusan tahun 1966
Setelah terjadi letusan pada tahun 1951, dasar kawah baru lebih rendah dari pada dasar kawah sebelumnya. Penurunan dasar kawah ini menyebabkan volume air danau meningkat sebelum letusan 1966. Letusan yang terjadi pada tanggal 26 April 1966 malam sekitar pukul 20.15 itu menyebabkan lahar mengalir pada alur Kali Badak, Kali Putih, Kali Ngobo, Kali Konto, dan Kali Semut. Namun pada letusan ini jatuh korban manusia berjumlah 210 orang di daerah Jatilengger dan Atas Kedawung.
Letusan tahun 1990
Letusan terjadi pada tanggal 10 Februari 1990, letusan ini telah dipantau dengan seksama oleh Direktorat Vulkanologi yang tergabung dalam suatu tim khusus yang disebut sebagai Tim Vulkanik G.Kelud. Pemantauan yang dilakukan menggunakan berbagai metoda yaitu seismik, pengukuran suhu, geolistrik potensial diri, dan pemantauan visual EDM dan Tiltmeter. Letusan terjadi secara beruntun mulai pukul 11.41 sampai 12.21 WIB.Daerah yang rusak tidak terlalu luas, hanya dalam jangkauan radius sekitar 2 km dari kawah, namun demikian sebaran abu letusan jauh lebih luas dan diperkirakan mencapai luasan sekitar 1700 KM2. Kerusakan rumah penduduk dan fasilitas publik pada umumnya disebabkan oleh hujan abu tersebut serta memakan korban jiwa tercatat 32 orang.Pada akhir September hingga November tahun 2007 suhu air danau kawah meningkat tajam disertai adanya peningkatan kegempaan tremor serta perubahan warna danau kawah dari kehijauan menjadi putih keruh. Penduduk dalam radius 10 km dari gunung pun mengungsi, namun letusan tidak terjadi. Setelah sempat agak mereda, aktivitas Gunung Kelud kembali meningkat sejak 30 Oktober 2007.
Akibat aktivitas tinggi tersebut terjadi gejala unik yang baru terjadi dalam sejarah gunung kelud dengan munculnya asap putih dari tengah danau diikuti dengan kubah lava dari tengah-tengah danau kawah sejak tanggal 5 November 2007 dan terus “tumbuh” hingga berukuran selebar 100 m. Para ahli menganggap kubah lava inilah yang menyumbat saluran magma sehingga letusan tidak terjadi. Energi untuk letusan dipakai untuk mendorong kubah lava sisa letusan tahun 1990. Hingga kubah lava itu pun dinamakan anak Kelud yang berada di tengah-tengah danau kawah[1].
Erupsi Gunung Kelud 2014
Erupsi Gunung Kelud, Kamis (13/2/2014) malam, mengakibatkan hujan pasir disertai kerikil di wilayah sekitarnya. Bahkan, abu vulkanik juga terbang hingga Magelang, Jawa Tengah, yang berjarak ratusan kilometer. Hujan abu vulkanik dirasakan deras sejak subuh. Halaman rumah, genting, pohon-pohon, kendaraan tampak memutih tertutup abu.Kondisi ini membuat warga terkejut. Warga juga tidak menyangka Gunung Kelud yang ada di Kabupaten Kediri, Jawa Timur berdampak hingga Magelang.
"Habis subuh tadi saya keluar rumah kok terasa aneh, jalanan kotor, mata terasa perih, ternyata hujan abu. Saya lihat di televisi ternyata memang abu gunung Kelud," ujar Romelah, warga Dusun Sorobayan, Banyuurip, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jumat (14/2/2014).
Kondisi ini pun mengingatkan warga dengan peristiwa erupsi Gunung Merapi 2010 lalu. "Mirip sekali dengan kejadian waktu Merapi Meletus, hujan abu seperti ini," ucap Zaki, warga lainnya.
Kendati demikian hingga pagi ini, aktivitas warga tidak mengalami kendala berarti, mesti kebanyakan warga terlihat memakai payung dan masker saat hendak keluar rumah[2].
Erupsi Gunung Kelud 2014
Erupsi Gunung Kelud, Kamis (13/2/2014) malam, mengakibatkan hujan pasir disertai kerikil di wilayah sekitarnya. Bahkan, abu vulkanik juga terbang hingga Magelang, Jawa Tengah, yang berjarak ratusan kilometer. Hujan abu vulkanik dirasakan deras sejak subuh. Halaman rumah, genting, pohon-pohon, kendaraan tampak memutih tertutup abu.Kondisi ini membuat warga terkejut. Warga juga tidak menyangka Gunung Kelud yang ada di Kabupaten Kediri, Jawa Timur berdampak hingga Magelang.
"Habis subuh tadi saya keluar rumah kok terasa aneh, jalanan kotor, mata terasa perih, ternyata hujan abu. Saya lihat di televisi ternyata memang abu gunung Kelud," ujar Romelah, warga Dusun Sorobayan, Banyuurip, Tegalrejo, Kabupaten Magelang, Jumat (14/2/2014).
Kondisi ini pun mengingatkan warga dengan peristiwa erupsi Gunung Merapi 2010 lalu. "Mirip sekali dengan kejadian waktu Merapi Meletus, hujan abu seperti ini," ucap Zaki, warga lainnya.
Kendati demikian hingga pagi ini, aktivitas warga tidak mengalami kendala berarti, mesti kebanyakan warga terlihat memakai payung dan masker saat hendak keluar rumah[2].
[1] Ceritamu.Letusan Gunung Kelud.http://www.ceritamu.com/info/bencana-alam/letusan-gunung-kelud.[last accessed: 14-02-2014 08:22AM].↩
[2] Fitriana, Ika.Dampak Abu Kelud di Magelang Mirip Saat Letusan Merapi.http://regional.kompas.com/read/2014/02/14/0857271/Dampak.Abu.Kelud.di.Magelang.Mirip.Saat.Letusan.Merapi.[last accessed: 14-02-2014 09:04AM].↩
No comments:
Post a Comment